Obrolan:Budaya Sunda

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Ti Wikipédia Sunda, énsiklopédi bébas

KENDALA PERILAKU DAN BUDAYA DALAM IMPLEMENTASI Kasus Kebijakan Konversi Minyak Tanah Ke Gas

Dari berbagai perspektif, kebijakan pemerintah untuk melakukan konversi 

pemakaian bahan-bakar dari minyak tanah ke gas LPG (Liquified Petroleum Gas) sangat logis. Harga minyak mentah internasional sudah melonjak sangat tajam. Pada awal bulan Mei 2008 sudah menembus angka US$ 120 per barel. Apabila harga minyak tanah dalam negeri hendak dipertahankan, pemerintah harus mengeluarkan dana APBN yang begitu besar untuk mensubsidi. Sementara itu cadangan minyak bumi di Indonesia sekarang ini sudah semakin menipis. Sejak tahun 2003, Indonesia sebenarnya sudah menjadi negara net importer bahan-bakar minyak.

Di lain pihak, potensi cadangan elpiji (LPG) di perut bumi Indonesia masih 

melimpah atau setidaknya jauh lebih besar jika dibanding cadangan minyak bumi yang ada. Kecuali itu, penggunaan LPG sebagai bahan bakar relatif lebih bersih karena polusinya lebih ringan jika dibanding bahan-bakar minyak tanah. Oleh sebab itu, tujuan kebijakan dari konversi penggunaan bahan-bakar minyak tanah ke gas sangat jelas, yaitu menghemat pengeluaran anggaran publik dan sekaligus mengurangi tingkat polusi. Pernyataan Wapres Jusuf Kalla bahwa program konversi energi bersubsidi dari minyak tanah ke elpiji ukuran 3 kg bakal menghemat belanja subsidi BBM di APBN sekitar Rp 30 triliun dengan investasi hanya Rp 15 triliun, tidak ada yang keliru. Kebutuhan minyak tanah di Indonesia saat ini sekitar 10 juta liter per tahun yang menyedot subsidi subsidi sebesar Rp 65 triliun per tahun. Apabila konversi minyak tanah ke elpiji berhasil dijalankan, maka beban subsidi pemerintah akan berkurang menjadi Rp 23 triliun per tahun. Yang perlu diketahui ialah bahwa penghematan tersebut baru tercapai pada 2010 dengan asumsi 80% minyak tanah telah beralih ke elpiji. Sebab pada tahun itulah, jika semua berjalan lancar, subsidi minyak tanah akan berkurang drastis tinggal Rp 23 triliun. Untuk melaksanakan program konversi dari minyak-tanah ke gas, pemerintah mengkoordinasikan kebijakan dengan Kementerian ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Koperasi dan UKM, dan PT Pertamina. Ada 24 pemenang tender pengadaan kompor elpiji yang dibagikan gratis kepada masyarakat. Percepatan konversi dilakukan dengan dua cara: membagikan tabung gas gratis dan menambah pemasok gasnya dan pada saat yang sama menarik minyak-tanah bersubsidi. Untuk mempermudah pelaksanaan, pada tahap awal konversi difokuskan pada kota-kota besar yang relatif mudah dari segi transportasi dengan target rumah-tangga pemakai yang berbeda-beda (lihat Tabel 1). Masalahnya ialah bahwa rancangan implementasi kebijakan ini ternyata sangat buruk. Pemerintah tampaknya panik dengan kenaikan harga minyak internasional yang tidak terkendali. Pada saat yang sama, pemerintah tidak mengambil pelajaran dari kegagalan program konversi minyak tanah ke briket batubara pada tahun 1990-an yang ternyata gagal sama sekali. Target untuk melakukan konversi itu terlalu ambisius dan ketika diimplementasikan ternyata banyak hal yang belum dipersiapkan dengan baik. 1Tabel 1. Wilayah target konversi bahan-bakar rumah tangga Wilayah Jumlah (KK) Jabodetabek 3.802.000 Bandung 209.000 Cirebon 131.000 Semarang 244.000 Yogyakarta 39.000 Surabaya 621.000 Bali 313.000 Sumber: Pertamina, 2007

Kegagalan melakukan konversi  yang pada tahun 2007 ditargetkan 1 (satu) juta 

kiloliter memaksa pemerintah untuk melakukan banyak revisi menyangkut subsidi minyak tanah maupun penentuan target implementasi. Pada APBN-P tahun 2007, target sudah berubah menjadi hanya 320.000 kiloliter. Subsidi ganda terpaksa harus ditempuh, minyak tanah bersubsidi tetap harus diadakan untuk mengatasi kelangkaan minyak tanah di beberapa daerah, sedangkan sebagian subsidi harus terus diberikan untuk mendistribusikan tabung dan kompor gas kepada masyarakat. Rapat Komisi VII (bidang anggaran) di DPR pada awal bulan September 2007 antara lain menampilkan kinerja kebijakan yang mengecewakan seperti tampak pada Tabel 2. Tabel 2. Realisasi program konversi energi APBN-P 2007 Realisasi program konversi energi APBN-P 2007* Minyak tanah terkonversi ke elpiji per 24 Agustus 34.750 kilo liter Kemampuan Pertamina mongonversi 700 kilo liter/ hari Minyak tanah akan terkonversi 25 Agustus-31 Desember 89.600 kilo liter Total minyak tanah terkonversi per 31 Agustus 124.350 kilo liter Target minyak tanah terkonversi per 31 Desember 320.000 kilo liter Target yang tidak tercapai 195.650 kilo liter Subsidi minyak tanah per kilo liter Rp 3,75 juta Tambahan subsidi target yang tidak tercapai Rp 730 miliar Sumber: Rapat Komisi VII DPR dan Panitia Anggaran; Bastanul Siregar, 2007 2 Masalah pokok yang dihadapi dalam tahap implementasi ialah bahwa tidak mudah bagi masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk beralih ke elpiji. Meskipun tabungnya diberikan gratis dan berukuran kecil, tetap saja tidak mungkin membeli eceran sebagaimana minyak tanah. Elpiji harus dibeli satu tabung minimal 3 kg dengan harga sekitar Rp 14.000 sampai Rp 15.000. Di lapangan juga terungkap bahwa banyak kompor gas yang rusak sehingga tabung gasnya bocor. Dalam hal ini para agen pemasok tabung dan kompor gas seringkali tidak mau bertanggungjawab untuk menggantikannya dengan yang baru karena jelas akan mengurangi margin keuntungan mereka.

Selain itu perilaku dan budaya masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa 

menggunakan kompor minyak tanah ternyata masih sulit diubah. Pemerintah terkesan menyepelekan masalah sosialisasi, seolah-olah jika sudah mengumumkan ke media massa semua unsur masyarakat akan mengerti dan selanjutnya mendukung program konversi tersebut. Pemerintah tidak mengantisipasi keterkejutan masyarakat karena minyak tanah yang telah membudaya sejak lama sebagai bahan-bakar andalan tiba-tiba harus diganti dengan gas. Di tengah ketidakpastian, ada sebagian warga yang menjual kompor gasnya ke pihak lain sementara mereka tetap mencari minyak-tanah yang semakin langka.

Kebijakan konversi ternyata juga memunculkan sebagian orang yang 

memanfaatkan situasi yang tidak jelas. Sebagian orang sengaja menimbun minyaktanah sehingga barangnya semakin langka sedangkan masyarakat tidak punya pilihan selain membelinya dengan harga tinggi. Kebijakan yang menetapkan pangkalan dan agen minyak tanah sebagai pangkalan serta agen elpiji 3 kg juga dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mengeruk keuntungan dari kepanikan warga masyarakat. Sebagian pengecer minyak tanah dan pembuat kompor minyak tanah juga resah karena mereka tentu akan segera kehilangan pekerjaan.