Ténjolaya, Cicaléngka, Bandung

Ti Wikipédia Sunda, énsiklopédi bébas
Désa Ténjolaya
Kalurahan/Désa
Peta
Peta lokasi Kalurahan Ténjolaya
NagaraBandéra Indonésia Indonésia
PropinsiJawa Barat
KabupaténBandung
KacamatanCicaléngka

Ténjolaya nyaéta salah sahiji désa di kacamatan Cicaléngka, Kabupatén Bandung, Propinsi Jawa Barat, Indonésia.

Legenda jeung Sajarah[édit | édit sumber]

Jaman Baheula[édit | édit sumber]

Artikel ieu keur dikeureuyeuh, ditarjamahkeun tina basa Indonesia.
Bantuanna didagoan pikeun narjamahkeun.

Wewengkon dayeuh Bandung kiwari, kirang langkung 6000 taun katompérnakeun masih mangrupa situ nu kabentuk alatan kabendung na, walungan Citarum ku aliran lava akibat bitu na gunung Tangkuban Parahu, minangka gambaran, situ Bandung purba lega na sakira ti Cicalengka di wétan dugikeun ka Padalarang di palih kulon kirang langkung 50 km,Ti bukit Dago di palih kalér dugikeun ka wates Soréang – Ciwidey di palih kidul,Situ Bandung ngawitan surud sakira 3000-4000 taun katompérnakeun, ku ayana keureutan sungé dina jurang jurang Sanghiang Tikoro (Rajamandala). Desa Ténjolaya minangka désa nu aya di wewengkon administratif Kacamatan Cicalengka, nami Ténjolaya numutkeun legénda teu lésot tina hikayat lalampahan saurang Adipati Aria Wira Angun-angun minangka pangawasa wewengkon Bandung wétan mangsa harita,nalika anjeunna maluruh hakékat kahirupan ogé nalungtik sabab musababna aya wabah panyawat nu lumangsung harita. Adipati Aria Wira Angun-angun adalah masih keturunan dari Sang Manik Maya raja dari kerajaan Kendan yang berkuasa sejak 458 saka (536 M) sampai dengan 490 saka (568 M),setelah raja Sang Manik Maya wafat,beliau digantikan oleh putranya Suralim pada taun 490 saka (568 M),raja Suralim lebih mahir berperang dan banyak waktunya diabdikan sebagai senapati dan panglima Tarumanagara sehingga beliau bergelar Baladhika Ning Widyabala,kemudian ia digantikan oleh putranya bernama Kandiawan dan raja Kandiawan mempunyai lima orang putra dan menjadikan sebagai penguasa daérah yang berda di wilayah kerajaan Kendan yakni

  1. Mangkuhan di wilayah Kuli-kuli
  2. Karungkalah di wilayah Surawulan
  3. Karungmaralah di wilayah Peles Awi
  4. Sandangreba di wilayah Rawunglangit
  5. Wretikandayun di wilayah Menir

Sedangkan Adipati Aria Wira Angun-angun adalah keturunan dari Wretikandayun entah generasi yang keberapa (tidak diketemukan data). Perjalanan Adipati Aria Wira Angun-angun untuk mencari pemecahan masalah kehidupan dan wabah penyakit, diawali pada bulan syuro di mana beliau selalu mengadakan semedi di Gunung Mayit (sekarang Pasir Sangiang atau Pasir Candi berada di wilayah Desa Tenjolaya),perjalanan atau ngabaraga dilakukan dengan menelusuri pinggiran situ sebelah barat kemudian naik kéarah bukit anak gunung Geulis,bukit yang tidak terlalu tinggi akan tetapi mampu melihat sebagian wilayah Bandung dan Sumedang,konon bukit itu dinamakan bukit Tenjolaya untuk kemudian sekarang dipakai nama kampung dan nama désa. Setelah melihat situasi yang ada Adipati melanjutkan perjalanan menuju gunung Mayit dengan menuruni bukit Tenjolaya hingga sampai di dataran yang cukup luas penuh dengan pohon lame,beristirahatlah Adipati di bawah pohon lame melepas penat seraya meminum air yang mengalir dari sungai kecil yang kemudian sungai kecil itu dinamakan Ciilat sedangkan tempat itu kemudian dinamakan Cilame dan dijadikeun nama kampung (sekarang wilayah RT.06 RW.01). Adipati Aria Wira Angun-angun beserta rombongan kembali melanjutkan perjalanan mengambil arah kesebelah timur tibalah ditepi tanah tebing (gawir) yang cukup dalam sulit untuk dilalui,kemudian Adipati memerintahkan membuat jembatan penyeberangan dari pohon bambu dan pada saat diinjak jembatan itu naik turun karena batang bambunya lemah,untuk kemudian daérah itu dinamakan Cukang Lemah (sekarang wilayah RW.10). Pada sore hari rombongan adipati sampailah di sebuah mata air di mana mata air itu keluar dari sela-sela tanah putih (tanah cadas),oleh Adipati mata air itu dinamakan air cicadas sedangkan diatas mata air cicadas terdapat pula mata air yang lebih besar,kala itu sedang muncul pelangi (katumbiri nutug leuwi) yang melingkari diatas mata air tersebut,Adipati menyuruh para selir yang waktu itu ikut dalam rombongan untuk mandi di mata air itu dan kemudian mata air itu disebut Ciputri yang juga dijadikeun nama kampung (sekarang wilayah RT.03 RW.09). Dan sekarang untuk mereka yang kawenehan (melihat) kéalam ghaib,konon suka melihat mahluk halus Ketring Manik Mayang Sunda (dewi penjaga kota Bandung nan jelita) sedang mandi. Sampailah rombongan Adipati ke kaki gunung Mayit,rombongan kemudian membuat tenda peristirahatan sedangkan Adipati didampingi dua hulubalang melanjutkan naik kepuncak gunung Mayit untuk melakukan ritual semedi. Menjelang pagi hari Adipati beserta dua hulubalang mengelilingi puncak ghunung Mayit,pada saat itulah Adipati melihat tanda kehidupan dibawah kaki gunung mayit sebuah perkampungan kecil di mana rakyatnya pada saat itu sedang mengadakan prosesi pemakaman massal,berujarlah Adipati kepada dua hulu balang “ Tenjo,kuandika itu aya pakampungan jeung tenjo loba jalma nu perlaya,mangkade lamun mulang urang nyimpang nyiur heula kaeta pakampungan “ ( Lihat olehmu itu ada perkampungan dan juga lihat banyak orang yang meninggal,apabila kita pulang mampir dulu ke perkampungan itu ). Konon dari situlah nama Kampung Tenjolaya (Tenjo Aya dan Tenjo Perlaya) yang kemudian dipakai sebagai nama désa,Desa Tenjolaya.

Tempo Selanjutnya[édit | édit sumber]

Luas Desa Tenjolaya sebelum terjadi pemekaran dibatasi dari sebelah utara Desa Cimanggung,sebelah Timur Desa Cicalengka,sebelah selatan Desa Cicalengka dan sebelah barat Desa Bojong Jambu,sedangkan lokasi balai désa terletak dipertengahan wilayah désa yaitu di Kampung Warung Peuteuy dibelakang SD Tenjolaya I (sekarang),sedangkan kepala pemerintah désa (data yang diketahui),pada awalnya oleh Lurah Mama Moehammad Sanoesi sekitar pada taun 1901-1922,kemudian digantikan oleh H. Oemar Sodik pada taun 1923-1942,selanjutnya oleh Bandi sekitar taun 1943-1946,setelah berhenti beliau digantikan oleh Soemanta putra dari Lurah H. Oemar Sodik pada taun 1946-1949,kemudian pada taun 1949-1950 dijabat sementara oleh Wardi dan dari taun 1950-1964 dijabat oleh Eli Supiyat putra dari Lurah Soemanta dan pada saat kepemimpinan beliau balai Desa Tenjolaya dipindahkan ke kampung Kebon Kalapa atau Jalan Raya Cicalengka. Setelah berakhir masa jabatan Lurah Eli Supiyat digantikan juru tulisnya yaitu Mochmmad Mahdi pada taun 1965-1967,beliau meninggal sebelum masa jabatannya berakhir disebabkan kecelakaan lalu lintas,kemudian jabatan Lurah Tenjolaya dipegang oleh Endang Kasah dari taun 1967-1982 dan pada taun 1979 turun Undang-undang Nomor 5,tentang sebutan Lurah diganti menjadi Kepala Desa,selanjutnya pada tanggal 23 September 1982 Desa Tenjolaya dimekarkan dan Desa pemekaran disebut Desa Tenjolaya,sedangkan batas-batas yang baru wilayah Desa Tenjolaya yaitu dari sebelah utara Desa Dampit,sebelah timur Desa Babakan Peuteuy,sebelah selatan Desa Cicalengka Kulon,dan dari sebelah barat Desa Tenjolaya. Kemudian balai Desa Tenjolaya setelah dimekarkan pindah ke Jl. kaptén Sangun Kp. Simpen,sementara balai Desa Tenjolaya yang lama dipergunakan oleh Desa Tenjolaya,dari mulai dimekarkan taun 1982 sampai 1983 Kepala Desa dijabat sementara oleh staf Kecamatan Cicalengka yaitu Achmad Ilyas,dan pada saat itu balai Desa Tenjolaya sementara masih mengontrak sebuah rumah penduduk sebagai pusat kegiatan pemerintahan sementara proses pemwangunan balai désa baru sedang berlangsung,berkat swadaya masyarakat sarta bantuan dari berbagai pihak terkait,pada akhir taun 1983 balai Desa Tenjolaya yang baru rampung terselesaikan dan pada taun yang sama pejabat sementara Kepala Desa Tenjolaya Achmad Ilyas dialih tugaskan ke Kecamatan Rancaekek,dan jabatan Kepala Desa kemudian diserahkan pada sekretaris désa Mochmmad Unus dari taun 1983-1985. Dalam masa beliau menjabat sementara kepala désa dibentuklah panitia pemilihan kepala désa untuk mencari calon kepala désa definitive,proses pendaftaran sampai tiga kali terment diadakan tetapi tidak ada calon peserta yang mendaftarkan,dan baru pada terment keempat ada peserta yang mencalonkan yaitu,Wiyoto,Anwar Tatang,dan Toni Resman,pada tanggal 13 Oktober 1985 Pemilihan Kepala Desa Tenjolaya périodeu Tahun 1986-1994 dilaksanakan secara demokratis dan hasilnya dimenagkan oleh Anwar Tatang dan pada tanggal 30 Januari 1986 beliau dilantik. Selesai masa jabatan beliau kemudian diadakan lagi pemilihan kepala désa périodeu taun 1995-2002 pada tannggal 2 Nopember 1994 dan calon yang terpilih yaitu Mochammad Unus,dan setelah berakhirnya masa jabatan beliau kemudian diadakan lagi pemilihan kepala désa untuk périodeu tahu 2002-2007 dan calaon yang terpilih dan menang secara mutlak yaitu Lili. S. Pada tanggal 4 Nopember 2007 diadakan lagi Pemilihan Calon Kepala Desa Tenjolaya périodeu Tahun 2008-2013,dan Kepala Desa Tenjolaya Lili. S kembali mencalonkan menjadi peserta untuk kemudian terpilih lagi secara mutlak dan kembali beliau terpilih menjabat Kepala Desa Tenjolaya untuk yang kedua kalinya. Berikut Urutan Para Kepala Desa Tenjolaya :

  1. Mama Moehamad Sanoesi Tahun 1901-1922
  2. H. Oemar Sodik Tahun 1922-1942
  3. Bandi Tahun 1943-1946
  4. Soemanta Tahun 1946-1949
  5. Wardi Tahun 1949-1950 ( Pejabat sementara )
  6. Eli Supiyat Tahun 1950-1964
  7. Mochamad Mahdi Tahun 1965-1967
  8. Endang Kasah Tahun 1967-1982
  9. Achmad Ilyas Tahun 1982-1983 ( Pejabat Sementara )
  10. Mochmad unus Tahun 1983-1985 ( Pejabat sementara )
  11. Anwar Tatang Tahun 1986-1994
  12. Mochamad Unus Tahun 1994-2002
  13. Lili. S Tahun 2002-2007
  14. Lili Tahun 2008-2013

Profil Pamaréntahan[édit | édit sumber]

Profil Daérah[édit | édit sumber]

Wates Wilayah[édit | édit sumber]

Géografis[édit | édit sumber]

Démografi[édit | édit sumber]

Atikan[édit | édit sumber]

Budaya katut Adat Istiadat[édit | édit sumber]

Artikel ieu keur dikeureuyeuh, ditarjamahkeun tina basa Indonesia.
Bantuanna didagoan pikeun narjamahkeun.
  1. Pada jaman dahulu sebagian besar masyarakat Desa Tenjolaya mempunyai adapt istiadat kepercayaan yaitu pada bulan tertentu (bulan safar) tidak diperkenankan melaksanakan hajatan/syukuran pernikahan dan khitanan kalau dilanggar akan membawa bencana.
  2. Pada saat menjelang musim tanam ( Mitembeyan ) atau panen padi selalu diadakan sesaji dan menjelang panen,setiap petani yang mempunyai sawah menyesiakan nasi tumpeng untuk kemudian dibagikan kepada warga dilokasi pertanian dengan harapan akan mendatangkan panen yang baik dan berkah.
  3. Pada saat warga yanga melaksanakan hajatan/syukuran pernikahan maupun khitanan calon pengantin diwajibkan berziarah ke makam yang dituakan,kemudian memasang sesaji berupa kembang tujuh warna dan makanan ringan sarta dupa di rumah khususnya di kamar calon pengantin dan di dapur,sebagai simbol harapan agar dapat berkah dan dihindarkan dari bencana.
  4. Tujuh bulanan,adalah apabila sang istri mengandung tujuh bulan maka sang suami bertugas memecahkan kendi yang berisi air kembang mayang dan satu ekor belut di persimpangan jalan,makna tersebut untuk mempermudah kelahiran sang bayi,selanjutnya sang suami membelah kelapa kuning yang sudah diberi gambar tokoh pewayangan Arjuna dan Srikandi,apabila belahan kelapa lebih besar ke gambar tokoh Arjuna maknanya diharapkan apabila bayi yang lahir laki-laki setampan Arjuna,atau sebaliknya bila belahan kelapa lebih besar ke gambar Srikandi diharapkan bayi yang lahir perempuan secantik Srikandi. Sedangkan sang istri setelah selesai acara siraman ( mandi di depan pintu rumah atau diatas golodog ) dengan dibalut tujuh lembar kain samping kebat,kemudian sang istri menjajakan rujak tujuh bulanan di halaman ( buruan ) rumah,dan warga sekitar membeli rujak tujuh bulanan dengan sepotong genting yang sudah dibulatkan dan dihaluskan mirip uang logam,makna tersebut sebagai simbol bahwa manusia harus selalu berbuat baik dan saling tolong menolong,sedangkan rasa rujak tujuh bulanan itu sendiri harus manis agar bayi yang lahir menjadi orang yang ramah halus budi pekertinya.
  5. Apabila ada orang meninggal sebelum dibawa ke pemakaman,sanak saudara yang meninggal supaya bejalan di bawah keranda tiga kali putaran istilahnya ngolongan,dipercayai agar yang meninggal tidak membayangi kehidupan mereka atau mengikhlaskan kepergiannya.

Poténsi[édit | édit sumber]

Pertanian[édit | édit sumber]

Pakebonan[édit | édit sumber]

Tumbu Luar[édit | édit sumber]